Saturday, 27 December 2014

MAKALAH MOLAHIDATIDOSA

BAB I
PENDAHULUAN



A.     Latar Belakang
Di Indonesia masalah ibu dan anak merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikasi yang menentukan derajat kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu hal ini merupakan prioritas dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat yang utama di Negara kita.
Upaya kesehatan reproduksi salah satunya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil dan bersalin. Adapun penyebab langsung dari kematian ibu di Indonesia adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, toksemia gravidarum.
Salah satu penyebab perdarahan saat kehamilan adalah mola hidatidosa. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita pada masa reproduksi (usia 15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola hidatidosa dan lebih besar. Dan mola hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas yang jinak (Manuaba, 1998:424)
Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.
Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari mola hidatidosa ?
2.      Apakah etiologi dari mola hidatidosa ?
3.      Bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ?
4.      Bagaimana gambaran klinik dari mola hidatidosa ?
5.      Bagaimana anatomi fisiologi dari mola hidatidosa ?
6.      Bagaimana tes diagnostik dari mola hidatidosa ?
7.      Bagaimana penatalaksanaan medik dari mola hidatidosa ?
8.      Bagaimana pemeriksaan penunjang dari mola hidatidosa ?
9.      Bagaimana penanganan dari mola hidatidosa ?
10.  Apa saja komplikasi dari mola hidatidosa ?
11.  Bagaimana diagnosa keperawatan yang lazim muncul ?

C.     Tujuan Penulisan
1.       Agar mahasiswa mengetahui  dan memahami pengertian dari mola hidatidosa
2.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa
3.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi  dari mola hidatidosa
4.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami gambaran klinik dari mola hidatidosa
5.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami anatomi fisiologi dari  ola hidatidosa
6.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tes diagnostik dari mola hidatidosa
7.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan medik dari mola hidatidosa
8.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari mola hidatidosa

9.       Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penanganan dari mola hidatidosa
10.   Agar mahasiswa mengetahui dan memahami komplikasi dari mola hidatidosa
11.   Agar mahasiswa mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan yang lazim muncul









BAB II
PEMBAHASAN



A.     Definisi
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini meupakan neoplasma jinak. (Mochtar, 1998)
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal dengan cirri-ciri stoma vilus kapilaris langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal dan tepi vilus-vilusnya membesar dan mengalami udematus, tetap hidup dan tembuh terus. Vilus-vilus ini di gambarkan dalam bentuk gugusan anggur, jaringan troboflas vilus kadang-kadang berpolarisasi ringan, kadang-kadang keras dan mengeluarkan hormone HCG dalam jumlah yang sangat besar dari kehamilan biasa. (Purwaningsih, dkk. 2010).
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili koriolis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. (Prawihardjo, 2009)
Dari pengertian di atas dapat disimpulan bahwa molahidatidosa atau hamil anggur adalah kehamilan abnormal dimana terjadi kematian janin tetapi villus-villusnya terus membesar dan tetap hidup sehingga membentuk gelembung-gelembung yang berisi cairan yang disertai dengan pembesaran uterus dan peningkatan kadar HCG.

B.     Anatomi fisiologi
1.      Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)

Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a)      Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uteri.
b)      Badan uterus : melebar dari fundus ke servik.
c)      Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna

Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengah badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.

2.      Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada umumnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002)

C.     Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
1.      Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
2.      Imunoselektif dari trofoblast.
3.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4.      Paritas tinggi.
5.      Kekurangan protein.
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998)

D.    Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandinkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk.(1967) melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A. Siregar (medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (bandung): 9 -21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih banyak.  (Mochtar, Rustam. 1998)

E.     Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
1.      Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2.      Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3.      Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).



F.      Patofisiologi
Ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing membelah lagi menjadi 4,8,16,32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berfoliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada molahidatidosa tidak jarang terjadi pendarahan pervagina, ini juga dikarenakan proliferasi troboflas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose molahidatidosa. (Purwaningsih, 2010).

G.    Klasifikasi
1.      Komplet atau klasik.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
2.      Inkomplet atau parsial.
Seperti pada Mola hidatidosa komplet, tetapi masih ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa dini.
3.      Neoplasia trofoblastik gestasional.
4.      Non metastatik
5.      Metastatik.


H.    Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
1.      perdarahan yang hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
2.      perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
3.      infeksi sekunder,
4.      perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
5.      menjadi gansa (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma. (Mochtar, Rustam. 1998)

I.       Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1.   Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu).
2.   Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalam kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3.   Foto thoraks.
Ada gambaran emboli udara.
4.   Tes Acosta Sison.
Dengan tang abortus, gelembung mola dapat dikeluarkan.
5.   Pemeriksaan Sonde Uterus (Hanifa)menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
6.   Peningkatan kadar HCG darah atau urine.



J.      Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1.      Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2.      Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3.      Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4.      Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5.      Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
K.    Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1.    Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.    Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5.    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.    Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7.    Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8.    Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

No comments:

Post a Comment